Bismillahirrahmanirrahim.
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang
satoe, tanah Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe,
bangsa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean,
bahasa Indonesia.
Tiga kalimat
monumental, berejaan Van Ophuysen tersebut, merupakan keputusan Kongres Pemuda
Indonesia Kedua yang diselenggarakan di Batavia (Jakarta), tanggal 27-28 Oktober
1928. Ikrar dimaksud, hasil kongres yang dipimpin Soegondo Djojopoespito,
beliau berusia 23 tahun, tiga kalimat diatas meneguhkan spirit untuk meraih
kemerdekaan suatu bangsa. Walaupun kita tahu dalam goresan sejarah, kebebasan
dari kolonialisme itu baru diraih 17 tahun kemudian.
Semangat membara
barisan muda, telah meletakkan fondasi komunitas beribu pulau dalam balutan
“Indonesia”. Konsep nation state yang dibayangkan, dikemas dengan ketegasan
untuk menjunjung hanya satu lingua franca, bahasa Indonesia. Adapun kata
“Indonesia” sendiri, telah berpuluh tahun melekat dengan empat pilar kebangsaan
yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945.
Visi pemuda 91
tahun yang lalu, masih terasa ketangguhan makna yang sarat dengan kebersamaan
dalam mengusung semangat anti kolonialisme. Sejatinya, ikrar Sumpah Pemuda
merupakan kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Hikmah Pelaksanaan Peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP) ke-91 Tahun 2019 seyogyanya dapat merangkum suasana batin nasionalisme tersebut di atas. Walaupun tidak bisa
ditafsirkan secara utuh, namun melalui serangkaian kegiatan yang digelar dapat
menggambarkan suasana saat itu.
Semoga Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Kuasa, melindungi kita semua agar semangat Sumpah Pemuda
senantiasa menginspirasi setiap pemuda dan segenap pemangku kepentingan dalam
melayani pemuda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar